Konsep Nusyuz dalam Fikih Gender dan Implikasinya Terhadap Penerapan Hukum Perkawinan di Indonesia (Studi Pemikiran Buya Hamka)
Abstract
Tulisan ini membahas mengenai nusyuz dalam fikih gender menurut
penafsiran Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar dan implikasinya terhadap
penerapan hukum perkawinan di Indonesia. Dilatarbelakangi oleh nusyuz yang
dilakukan oleh perempuan seringkali diselesaikan dengan adanya kekerasan.
Didalam Islam juga menjunjung tinggi martabat seorang perempuan. Hal ini tidak
sejalan dengan nusyuz yang diselesaikan dengan tindak kekerasan yang
menyebabkan ketimpangan dalam rumah tangga. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui penafsiran akan nusyuz dalam fikih gender menurut Buya Hamka
dalam tafsir Al-Azhar dan implikasinya terhadap penerapan hukum perkawinan di
Indonesia. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif, dengan
menggunakan pendekatan tafsir. Hasil penelitian dalam pembahasan bahwa nusyuz
menurut Buya Hamka adalah keadaan dimana suami atau istri yang meninggalkan
kewajibannya dalam bersuami-istri sehingga menimbulkan ketegangan dalam
rumah tangganya. Kemudian Buya Hamka menafsirkan nusyuz yang ketika
dihubungkan dengan fikih gender, maka penafsiran itu akan terjadi bias gender
karena terjadi ketimpangan sosial yang dapat merugikan pihak perempuan. Dalam
Tafsir Al-Azhar, Buya Hamka memberikan solusi terhadap istri yang nusyuz, yaitu
memberikan nasehat, memisahkan diri dari tempat tidur, dan memberikan pukulan
yang tidak menyakitkan. Sedangkan aturan nusyuz yang terdapat dalam Kompilasi
Hukum Islam dinilai koheran dengan substansi nusyuz yang terdapat dalam
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang telah dijadikan
sebagai landasan dalam Hukum Perkawinan.