Pemenuhan Hak-hak Perempuan Pasca Perceraian Perspektif Maqāṣid Asy-syarīʿah (Studi Kasus Perkara Nomor 382/pdt.g/2022/pa.tmk)
Abstract
Adanya jaminan bagi perempuan dan anak seharusnya menjadi
pertimbangan bagi pemerintah ataupun penegak hukum. Di Indonesia sendiri,
cerai gugat terbilang lebih banyak daripada cerai talak, namun pemenuhan
hak-hak perempuan belum 100 persen terwujud, hal ini karena beberapa
kendala yang terjadi dalam internal pengadilan dan hanya secuil perkara
cerai gugat yang mendapatkan hak-haknya karena memang belum tertulisnya
dalam suatu undang-undang tersendiri. Penelitian ini menggunakan metode
dokumentasi dan studi pustaka (library research), dengan mengumpulkan
bahan-bahan yang tertulis termasuk putusan hakim, Dalam praktiknya belum
semua pengadilan menerapkan hal tersebut karena beberapa hal adminstratif,
namun dalam perkara nomor 382/Pdt.G/2023/PA.Tmk, majelis hakim dalam
pemeriksaan perkara tersebut telah menerapkan beberapa urgensi penehunan
hak perempuan tersebut dengan menghukum Tergugat untuk memberikan
kepada Penggugat berupa Mut’ah, Nafkah Iddah dan Nafkah lampau
(madhiyah) sebelum Tergugat mengambil akta cerai dengan berbagai
pertimbangan. Pemenuhan hak perempuan pasca perceraian ditinjau dari
segi maqosid yang terdiri dari lima komponen yakni agama, jiwa, akal,
keturunan dan harta. dalam hal ini penulis ingin menjelaskan lebih
mendalam mengenai pemenuhan hak perempuan pasca perceraian menurut
Jasser Auda dengan enak system cara pandang. Di dalamnya dikaji mengenai
berbagai pertimbangan hakim sehingga majelis hakim kota Tasikmalaya
memberikan hak-hak perempuan pasca perceraian.