dc.description.abstract | Pasal 15 ayat (2) huruf g UUJN yang menyatakan bahwa Notaris berwenang
membuat akta risalah lelang diartikan sebagai salah satu perluasan kewenangan
bagi Notaris, karena akta risalah lelang seharusnya menjadi kewenangan Pejabat
Lelang. Perluasan kewenangan tersebut dalam praktiknya menimbulkan multitafsir.
Oleh karena itu, Tesis ini bertujuan untuk menganalisis, mengkaji dan mengetahui
tentang sejauh mana seorang Notaris dapat menjalankan kewenangan sebagai
Pejabat Lelang sebagaimana yang diatur dalam Pasal 15 ayat (2) huruf g UUJN
dikaitkan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.06/2017 tentang
Pejabat Lelang Kelas II dan untuk menganalisis, mengkaji dan mengetahui
implikasi hukum terhadap kewenangan Notaris dalam membuat akta risalah lelang
pada pelaksanaan Lelang Non-eksekusi Sukarela. Penelitian ini adalah penelitian
yuridis-empiris dengan pendekatan penelitian yaitu pendekatan konseptual dan
pendekatan perundang-undangan, dengan hasil analisis yang disajikan secara
deskriptif analisis. Hasil penelitian menerangkan bahwa Notaris dapat merangkap
jabatan sebagai Pejabat Lelang Kelas II dengan tidak serta merta, jabatan Notaris
dan jabatan Pejabat Lelang Kelas II adalah jabatan yang kewenangannya terpisah.
Sehingga untuk dapat menjadi Pejabat Lelang Kelas II, Notaris wajib mengikuti
ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.06/2017 tentang Pejabat
Lelang Kelas II. Notaris dalam membuat akta risalah lelang pada Lelang Noneksekusi
Sukarela
berarti
Notaris
bertindak
atas
nama
jabatannya
sebagai
Pejabat
Lelang
Kelas
II,
sehingga
bentuk
akta
risalah
lelang
mengikuti
ketentuan
Pasal
37
Vendu
Reglement yang kemudian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.
Ketentuan dalam UUJN dapat dikesampingkan ketika Notaris bertindak sebagai
Pejabat Lelang Kelas II karena kekhususannya dalam bidang Lelang, atau yang
demikian ini dikenal dengan asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis. | en_US |