dc.description.abstract | Sebagai salah satu sektor kerajinan bambu terbesar di Kabupaten Sleman, area
kawasan Janturan belum terolah dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan pengelolaan
tata guna lahan yang kurang tertata. Kondisi Sungai Sendari dan Embung Janturan pun
masih kurang terjaga. Hal ini ditunjukkan dengan masih adanya sampah di sekitar
kawasan sungai dan embung tersebut. Selain itu, penggunaan material bangunan yang
semakin beraneka ragam menyebabkan material ekologis semakin ditinggalkan.
Pendekatan arsitektur ekologis merupakan sebuah metode desain yang
diterapkan dalam perancangan Taman Budaya Bambu guna menciptakan kesinambungan
antara tata ruang dalam (bangunan) dan ruang luar yaitu lansekap. Kondisi alam Janturan
yang kaya akan potensi ini akan lebih baik apabila diolah dengan tepat. Terlebih lagi
keberadaan Embung Janturan yang dapat meningkatkan daya tarik wisata ke daerah
tersebut. Dengan keselarasan antara bangunan dan alam ini diharapkan Kampung
Janturan dapat lebih banyak mendatangkan para wisatawan baik domestik maupun asing.
Sebagai tolak ukur dalam menilai keberhasilan suatu desain, rancangan Taman
Budaya Bambu ini memerlukan diadakannya uji desain. Uji desain dapat menyesuaikan
dengan variabel yang telah dipilih yaitu dari pendekatan arsitektur ekologis. Variabel
desain antara lain area dasar hijau, penghematan energi, respon terhadap iklim, dan
material lokal yang ekologis. Keempat variabel ini diharapkan dapat berkesinambungan
guna menciptakan tata massa dan tata ruang yang mampu mengatasi segala
permasalahan yang ada. | en_US |