Show simple item record

dc.contributor.authorBahri, Ade Mazhar Amin
dc.date.accessioned2021-09-09T15:13:47Z
dc.date.available2021-09-09T15:13:47Z
dc.date.issued2020-07
dc.identifier.issn2620-5386
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/32340
dc.description.abstractSalah satu syarat mutlak agar permohonan perkara perselisihan hasil pemilu (PHP) dapat diterima adalah ambang batas yang diatur dalam Pasal 158 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No. 10 Tahun 2016, yang setelah diterbitkannya aturan tersebut sebagian besar PHP yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dapat diterima karena dinyatakan tidak memenuhi ambang batas PHP. Penelitian ini membahas dua rumusan masalah: pertama, bagaimana konsep pengaturan ambang batas permohonan sengketa pilkada? Kedua, bagaimana implikasi yuridis Pasal 158 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada terhadap pengajuan permohonan sengketa pilkada? Penelitian ini menggunakan metode normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian menyimpulkan, pertama, permohonan sengketa Pilkada harus berpatokan pada jumlah penduduk di provinsi yang melakukan pilkada dengan konsep ambang batas atau selisih suara berdasarkan persentase yang telah ditentukan. Kedua, banyak daerah yang tidak dapat diterima oleh MK karena tidak memenuhi konsep ambang batas. Penelitian ini merekomedasikan perlunya penyempurnaan dan pembaruan aturan hukum untuk Pilkada serentak 2027 sekaligus mempertimbangkan rasa keadilan bagi pasangan calon kepala daerah.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherLex Renaissanceen_US
dc.relation.ispartofseries;Vol. 5, No. 3
dc.subjectAmbang batasen_US
dc.subjectpilkadaen_US
dc.subjectsengketaen_US
dc.titleImplikasi Yuridis Ambang Batas Terhadap Pengajuan Permohonan Sengketa Pilkadaen_US
dc.typeArticleen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record