Representasi Maskulinitas Jagoan Dalam Film Indonesia (Analisis Semiotika Terhadap 2 Film Indonesia : Wiro Sableng Dan Sultan Agung)
Abstract
Perkembangan zaman membuat industri perfilman ditanah air juga mengalami
perkembangan yang cukup pesat. Film-film di Indonesia yang banyak sekali menampilkan sisi
maskulinitas dari pemain film itu sendiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
sisi, memaknai dan menganalisis maskulinitas yang direpresentasikan jagoan didalam film
Sultan Agung dan Wiro Sableng. Penelitian ini dilakukan karena belum banyak penelitian akan
sisi maskulinitas terhadap film-film lama yang ada di Indonesia dan diharapkan memberikan
pemahaman tentang representasi identitas maskulin terhadap kedua film. Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dan analisis semiotika model
Roland Barthes yang menjabarkan makna tanda denotasi dan konotasi. Peneliti
mengaplikasikan model semiotika Barthes terhadap 10 scene pada film Sultan Agung dan 18
scene film Wiro Sableng. Temuan penelitian ini menemukan sisi maskulinitas dari film Sultan
Agung yang ditunjukkan oleh pemeran utamanya yaitu, pemimpin, kuat/tangguh, pemberani,
kebapakan, berpengaruh penting/dianggap penting, amarah dan tegas. Sisi maskulinitas yang
ditunjukan oleh pemeran utamanya yaitu, sosok pemimpin yang sangat penting keberadaanya,
sosok yang tidak takut siapapun lawannya dan juga menjadi pelindung akan rakyatnya. Sisi
maskulinitas didalam film Wiro Sableng yang ditunjukkan oleh pemeran utamanya seperti,
gagah, pemberani, pemimpin, kuat/tanggu, berpengaruh penting dan amarah. Maskulinitas
yang ditunjukkan oleh pemeran utamnya yaitu memilikirasa kepercayaan diri yang sangat
tinggi, tidak ingin kalah, sosok yang menjadi pelindung dari teman-temannya. Ini menyiratkan
bahwa maskulinitas pada film Sultan Agung dan Wiro Sableng secara denotasi, sisi
maskulinitas terepresentasi melalui cerita yang diambil dalam potongan-potongan scene dari
film Sultan Agung dan Wiro Sableng. Secara konotasi, sisi maskulinitas terepresentasi melalui
wajah mimik, tatapan mata dan gesture tubuh. Untuk sisi maskulinitas yang paling kuat
diantara kedua film tersebut adalah film Sultan Agung dikarenakan film tersebut sangat kuat
dengan konsep maskulinitas Beynon didalam buku Masculinities and Culture Beynon. Film
Sultan Agung menunjukan bahwa film tersebut masuk dalam kelompok maskulinitas sebelum
tahun 1980, dikarenakan Sultan Agung yang memimpin banyak orang serta memimpin
keraton, dan itu merupakan tanggung jawab yang sangat besar.
Collections
- Communication [943]