Teori Batas Dalam Sistem Pembagian Harta Waris Antara Laki-Laki Dan Perempuan Telaah Pemikiran Muhammad Syahrur
Abstract
Problematika yang dihadapi kaum Muslimin mendorong para tokoh Islam untuk terus berfikir dan menghasilkan sebuah konsep baru dengan harapan mampu menyesesaikan setiap permasalahan yang dihadapi oleh umat, berbagai hasil dan perbedaan ijtihad dilahirkan sebagai bentuk kepedulian terhadap keberlangsungan ajaran Islam, meski tidak jarang memicu perdebatan dan kontroversi namun perlu difahami bersama bahwa perbedaan dalam hal ijtihad adalah sebuah hal yang biasa dalam permasalahan Fiqh Islam.
Teori batas/hudud yang ditawarkan oleh Muhammad Syahrur berasal dari penelitiannya dari pembacaan ulang terhadap nash-nash al-Qur’an yang dinamakan dengan metode tartil, sebuah metode yang menitik beratkan konsep istiqamah dan hanafiah dalam penerapan hukum-hukum muamalah agama Islam bahwa harus tersedianya sebuah ruang ijtihad bagi tiap hukum-hukum islam yang disyariatkan.
Sistem pembagian model 2:1 antara laki-laki dan perempuan yang selama ini dianggap sebagai sebuah hukum yang qath’i, kemudian konsep aul dan radd malah dirasa Syahrur sebagai sesuatu yang tidak relevan lagi, belum lagi pemberian harta sebagai jatah waris kepada kelompok ahli waris yang jelas tidak disebutkan didalam nash dan problem lainnya semakin membuat Syahrur terdorong untuk melakukan evaluasi serta perubahan didalam hukum kewarisan Islam.
Teori batas dan penempatan perempuan sebagai faktor penentu pada permasalahan waris adalah sebagai bentuk upaya Syahrur dalam penyetaraan besar bagian warisan dari setiap golongan ahli waris.