Show simple item record

dc.contributor.advisordr. Riana Rahmawati, M.Kes
dc.contributor.authorZahra
dc.contributor.authorZahra, Fathimah Az
dc.date.accessioned2020-12-11T09:56:17Z
dc.date.available2020-12-11T09:56:17Z
dc.date.issued2012-03-20
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/25814
dc.description.abstractPenilaian peresepan obat menjadi penting karena masih terdapat kendala dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah mengenai penulisan resep obat yang rasional di Indonesia. Pada penelitian sebelumnya banyak ditemukan ketidakrasionalan dalam pengobatan, padahal biaya obat mencapai 30-70% dari total biaya pelayanan kesehatan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa perilaku peresepan obat oleh dokter spesialis lebih cenderung memilih menggunakan obat bermerek dagang, padahal antara obat generik dan obat bermerek dagang memiliki selisih harga yang cukup besar. Prinsip pengobatan rasional semestinya diterapkan oleh semua dokter, baik dokter umum maupun dokter spesialis. Penilaian tingkat kerasionalan penggunaan obat dapat menggunakan beberapa indikator di antaranya adalah indikator peresepan obat. Tujuan: Untuk mengetahui perbandingan implementasi indikator peresepan WHO (World Health Organization) 1993 berdasarkan status dokter di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Islam Yogyakarta “PDHI” bulan September-November 2011. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparasi dengan pendekatan observasional. Pengambilan data dilakukan secara cross sectional dengan cara menelusuri data peresepan obat pada kertas resep pasien Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Islam Yogyakarta “PDHI” yang masuk ke Instalasi Farmasi Rumah Sakit Islam Yogyakarta “PDHI” pada bulan September, Oktober, dan November 2011. Indikator peresepan WHO 1993 yang dianalisis meliputi rata-rata jumlah R/, persentase peresepan obat generik, persentase peresepan antibiotik, persentase peresepan injeksi, persentase peresepan obat dalam DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional) yang kemudian dibandingkan berdasarkan status dokter yaitu dokter umum dan dokter spesialis. Hasil: Pada penelitian ini diperoleh rata-rata jumlah R/ yang diresepkan dokter umum sebanyak 2,79 dan dokter spesialis 2,33%. Persentase peresepan obat generik oleh dokter umum sebesar 34,05% dan dokter spesialis 29,04%. Persentase peresepan antibiotik pada dokter umum adalah 20,75%, dan 17,41% dokter spesialis. Persentase peresepan injeksi oleh dokter umum adalah 0,67% sedangkan dokter spesialis 2,5%. Persentase peresepan obat dalam DOEN oleh dokter umum adalah 13,29% dan dokter spesialis 12,86%. Peresepan obat generik dan obat dalam DOEN sangat rendah pada kedua kelompok. Secara statistik, perbedaan bermakna (uji t, p<0,05) terdapat pada ratarata jumlah R/ (p=0,000) dan persentase peresepan antibiotik (p=0,007). Sedangkan pada peresepan obat generik (p=0,093), peresepan injeksi (p=0,721), dan peresepan obat dalam DOEN (p=0,895) secara statistik perbedaannya tidak bermakna (uji t, p>0,05). Simpulan: Peresepan obat generik dan obat dalam DOEN sangat rendah pada dokter umum maupun dokter spesialis. Pada dokter umum menunjukkan proporsi yang lebih tinggi pada peresepan antibiotik dan rata-rata jumlah R/. Dari hal ini terlihat bahwa implementasi indikator persepan WHO 1993 di unit rawat jalan masih perlu dilakukan perbaikanen_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectobaten_US
dc.subjectrawat jalanen_US
dc.subjectindikator peresepanen_US
dc.titlePerbandingan Implementasi Indikator Peresepan WHO 1993 erdasarkan Status Dokter Di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Islam Yogyakarta “PDHI” Bulan September-November 2011en_US
dc.typeThesisen_US
dc.Identifier.NIM09711154


Files in this item

FilesSizeFormatView

There are no files associated with this item.

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record