Show simple item record

dc.contributor.advisorArif Budi Sholihah
dc.contributor.authorBimo Khaerul Fuadi, 16512102
dc.date.accessioned2020-09-14T03:56:03Z
dc.date.available2020-09-14T03:56:03Z
dc.date.issued2020-07-14
dc.identifier.urihttp://dspace.uii.ac.id/123456789/23955
dc.description.abstractTema perancangan ini diangkat atas 3 hal, yaitu globalisasi-modernisasi yang mulai mengkikis identitas arsitektur lokal, kompleks masjid agung yang menjadi kawasan cagar budaya-landmark kawasan-tujuan wisata, serta pasar wisata masjid agung demak yang belum direncanakan dengan baik. Indonesia memiliki suku bangsa terbanyak di dunia, yakni sebanyak 1340 Suku Bangsa, dengan arsitektur yang khas di tiap-tiap daerahnya. Oleh karena itu penting untuk menjaga kearifan lokal tersebut. Arsitektur regional muncul sebagai salah satu solusi yang mulai berkembang pada tahun 1960-an (Jenks, 1977). Arsitektur regional adalah sebuah pendekatan arsitektur yang menyatukan arsitektur lama dengan yang baru. Arsitektur lama disini adalah arsitektur tradisional, sedangkan Arsitektur Baru adalah Arsitektur kini. Upaya penggabungan antara masa lalu dengan masa sekarang akan menghasilkan bangunan yang sesuai dengan kebutuhan sekarang tanpa menghilangkan nilai, esensi dan identitas dari arsitektur masa lalu (Curtis,1985). Arsitektur regional yang sifatnya abstrak membutuhkan batasan-batasan dan parameter yang jelas. Infill design kemudian dipilih karena memiliki parameter dan arahan yang jelas. Infill design sendiri adalah sebuah usaha penyisipan bangunan baru pada lahan kosong dalam suatu lingkungan/bangunan dengan karakteristik kuat dan teratur. (Milla Ardiani, 2009). Metode ini biasa dilakukan di suatu kawasan cagar budaya maupun kawasan yang memiliki sisi historis yang kuat, untuk mempertahankan identitas dari kawasan dan bangunan setempat. Dalam kasus ini bangunan tersebut adalah Masjid Agung Demak yang termasuk ke dalam salah satu masjid tertua di Indonesia. Terdapat dua versi kapan Masjid ini didirikan, dalam Babad Demak Masjid ini disebutkan dibangun pada tahun 1399 Saka atau 1447 Masehi, sedangkan dari ornamen masjid yang berbentuk bulus tertera 1401 Saka atau 1479 Masehi. Masjid Agung Demak sendiri masuk ke dalam Cagar Budaya dengan no. registrasi RNCB.20151218.04.000096 dan berdasarkan keputusan SK Menteri No. 243/M/2015. Historis yang kuat membuat Masjid Agung Demak menjadi salah satu tujuan wisata religi utama di Demak, yang mana sudah terkenal dengan sebutan “Kota Wali”. Pada tahun 2017 saja, Badan Pusat Statistik Kab. Demak mencatat kunjungan ke Masjid ini sejumlah 662 ribu kunjungan, baik wisatawan lokal maupun mancanegara. Namun, pasar wisata yang ada sekarang ini hanya berupa los-los pedagang yang ada di sepanjang jalan keluar dan memberikan kesan ruwet bagi para wisatawan, sehingga “Perancangan Pasar Wisata Kauman Demak dengan Pendekatan Arsitektur Regional dan Infill Design” diusulkan sebagai solusi dan pemecahan masalah dalam kasus perancangan ini.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectArsitektur Regionalen_US
dc.subjectInfill Designen_US
dc.subjectPasar Wisataen_US
dc.subjectMasjid Agung Demaken_US
dc.titlePerancangan Pasar Wisata Kauman Demak dengan pendekatan Arsitektur Regional dan Infill Designen_US
dc.Identifier.NIM16512102


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record