dc.description.abstract | Kerusakan akibat gempa banyak terjadi pada bangunan rumah sederhana
yang biasanya dibangun menurut kebiasaan setempat tanpa mengikuti prinsip
bangunan yang baik atau istilahnya bangunan non engineered. Sementara itu di
Indonesia proses pembuatan bata lebih banyak yang bersifat tradisional yakni
dengan pembakaran menggunakan sekam atau kayu bakar. Bata yang baik
adalah bata yang matang dan padat. Penelitian ini meneliti bata kaitannya
dengan kematangan dan kekuatannya. Kemudian penelitian ini menggunakan
bata hasil pembakaran dengan sekam yang kematangan batanya akan berbeda
akibat variasi letak pembakarannya.
Dalam penelitian ini, dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana sifat
fisik bata Sleman dan kuat lekatnya terhadap mortar serta seberapa pengaruh
variasi letak pembakaran bata terhadap kekuatan dinding.
Penelitian berupa eksperimen laboratorium dan material untuk dinding
yang diuji adalah pasir, kapur, dan bata. Pengujian yang dilakukan serapan air
pada bata, kadar garam pada bata, modulus lentur pada bata, kuat tekan bata,
serta lekatan antara bata dengan mortar. Kemudian penelitian ini dilanjutkan
dengan penelitian kuat lentur, geser, dan tekan dinding dari pasangan bata.
Dari hasil penelitian disimpulkan, bahwa sifat fisik bata Sleman antara
lain warna umumnya agak merah tidak merata/sedikit kecoklatan, pada salah
satu sisinya bersudut tajam dan permukaannya agak cekung/tidak rata, campuran
heterogen(lebih banyak pasir) dan serapanair yang tinggi (> 20%). Ukuran bata
Sleman berkisar 23.5x11x5.5 cm. Kekuatan bata lebih kecil bila dibandingkan
dengan kekuatan mortar, dan bata yang kekuatannya lebih baik untuk menahan
gaya tekan terhadap dinding pasangan yakni pada variasi letak pembakaran
bagian bawah, namun untuk menahan gaya lentur dangaya geserpada dinding
pasangan (medium specimen) serta small specimen, bata yang paling baik
terletak pada variasi letak pembakaran bagian tengah. | en_US |