Show simple item record

dc.contributor.authorSutralam, Heru Lambri
dc.date.accessioned2017-01-26T07:57:18Z
dc.date.available2017-01-26T07:57:18Z
dc.date.issued1994
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/2181
dc.description.abstractKota merupakan suatu daerah terbangun (built up area) yang dirancang, direncanakan dan dibangun untuk menampung semua aktivitas perkembangan pemukimannya. Perkembangan terjadi karena adanya perkembangan kuantitas dan kualitas dari proses yang terjadi didalamnya. Proses tersebut antara lain proses fisik dan ekonomi sosial. Dengan bergulirnya waktu proses-proses tersebut makin meningkat intensitasnya. Hal ini mengakibatkan tuntutan atau kebutuhan lahan untuk menampungnya semakin bertambah sementara ruang kota atau lahan yang tersedia semakin terbatas. Pertumbuhan perekonomian yang telah disebabkan diatas, turut pula memacu pertumbuhan lahan kota Yogyakarta khususnya di kawasan pusat kota. Gejala pemanfaatan lahan diatas komersial-ekonomi akan menuntut setiap jengkal lahan perkotaan akan digunakan secara maksimal. Kota Yogyakarta sebagai pusat pengembangan wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta memegang peran panting baik didalam pemerintahan maupun dalam kegiatan sosial ekonomi dan sebagai pusat distribusi jasa yang melayani kegiatan lokal maupun regional. Karena peran tersebut maka kota Yogyakarta mempunyai kawasan-kawasan strategis yang berkembang menjadi kawasan komersial kota. Kecenderungan ini tumbuh di pusat kota (Malioboro dan sekitarnya). Bahkan saat ini kecenderungan ini telah lama meluas kebeberapa jalan utama kota Yogyakarta (antara lain Jl. Kusumanegara, Sultan Agung, Gejayan, Jl. Sudirman, Jl. Diponegoro, Jl. Magelang dll). Khusus untuk daerah pusat kota (Malioboro) yang mempunyai ciri tertentu dibanding dengan daerah lainnya, adapun ciri-ciri tersebut adalah selain sebagai pusat perdagangan juga mempunyai peninggalan bangunan Arsitektur yang mempunyai nilai historis tinggi sepaerti Hotel Toegoe, Stasiun, Hotel Garuda, Gedung Agung, Senisono, Betteng Vredeburg serta Keraton Ngayogyokarto Hadiningrat, juga sebagai kawasan yang mempunyai peran fungsional tertentu bagi kehidupan warga juga mempunyai sebuah arti (historis-cutural). Khususnya bagi masyarakat Yagyakarta dengan potensi tersebut Malioboro memunyai predikat kota dari aspek kebudayaan dengan kepariwisataan. Dari tujuan REPELITA V DIY pada butir ketiga disebutkan bahwa DIY sebagai salah satu daerah tujuan wisata utama dengan menata dan mengembangkan pariwisata secara menerus yang menitikberatkan pengembangan wisata budaya. Sebagai peningkatan citra produk pariwisata tersebut salah satu pokok kebijakan dan langkah yang ditempuh oleh pemerintah adalah melalui SAPTA PESONA, melalui SAPTA PESONA ini diharapkan agar mampu meningkatkan pariwisata dimasa yang akan datang. Potensi-potensi yang akan menjadi pendukung kegiatan pariwisata, tentunya mempunyai suatu daya tarik. Adapun daya tarik tersebut salah satunya bersifat budaya yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitarnya. Peningkatan pendapatan yang dibarengi aleh peningkatan-peningkatan di bidang usaha, dengan tujuan ikut lebih meningkatkan potensi pariwisata menjadi lebih menarik, lebih modern, lebih semarak dan lain-lain, sehingga muncul fasilitas-fasilitas antara lain hotel, perdagangan, restorant, dll. Jika keadaan ini akan tetap dibiarkan, maka keadaannya akan berbalik yang dulunya dianggap mempunyai potensi pariwisata, akan tergusur dengan adanya fasilitas-fasilitas yang semakin lama semakin bertambah. Untuk itu diperlukan batasan-batasan sebagai alat kontrol untuk perkembangan selanjutnya. Kehadiran pembangunan bioskop Indra di Jl. Malioboro, merupakan salah satu fungsi bangunan hiburan. Mengingat kegiatan sebuah bioskop, lebih cenderung bersifat tertutup sehingga kurang mampu menghidupkan bangunannya dan tidak ada keseimbangan kawasan perdagangan J1. Malioboro. Oleh karena itu perlu pendekatan multi fungsi pada bangunan Indra Theatre yaitu dengan menambah fasilitas lain yang mampu sebagai pengimbang pada kawasan di sekitarnya. Fasilitas tersebut adalah Dept. Store dan Supermarket. Pada kasus perancangan bangunan di tapak Indra Theatre ini, pendekatan multi fungsi diusahakan melalui analisis terhadap konteks kawasan tempatnya berada yang antara lain tujuannya adalah untuk tidak mendominasi pada fungsi-fungsi bangunan yang sudah ada, namun bisa menjadikan pendukung kawasan yang diharapkan. Adapun analisisnya meliputi: analisis lokasi, guna lahan, ruang terbuka, peruntukan, tata ruang, bentuk bangunan, pergerakan, dan rencana tata ruang kota yang diberlakukan di kawasan tersebut. Ada beberapa hal yang mempengaruhi bangunan multi fungsi dalam konteks kota Yogyakarta, yaitu: • tuntutan internal, yaitu tuntutan untuk bekerja dan berkreasi. • Tuntutan eksternal, yaitu berupa penciptaan ruang-ruang terbuka kota, pola-pola pergerakan kota, dan arah kebijakan kota. • tuntutan emosional, yaitu berupa tuntutan terhadap penampilan bangunan yang tidak hanya menampilkan fungsi tetapi juga misi. Ketiga tuntutan tersebut akan terungkap dalam perancangan fisik bangunan sehingga hasilnya diharapkan akan menjadi kontekstual. Pada perancangan fisik akan muncul pula permasalahan fungsi dalam kaitannya dengan tata ruang dalam dan luar bangunan, dan juga masalah ekonomis bangunan. Dengan terpecahkannya masalah tersebut, diharapkan akan tersusun tata ruang berdasar kemudahan pelayanan dan efisiensi kegiatan.en_US
dc.publisherUII Yogyakartaen_US
dc.subjectBangunan Department Storeen_US
dc.subjectSuper Market di Jalan Malioboroen_US
dc.titleBangunan Department Store dan Super Market di Jalan Malioboroen_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record