Show simple item record

dc.contributor.advisorDr. Muhammad Roy Purwanto, S.Ag, M.Ag
dc.contributor.authorNUR HUDA, 13421050
dc.date.accessioned2020-01-29T04:26:52Z
dc.date.available2020-01-29T04:26:52Z
dc.date.issued2019-07-08
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/17628
dc.description.abstractMenjadi wanita ditengah masyarakat patriarkhi memang tidak mudah. Terlebih bila kaum laki-laki mengggunakan ayat-ayat Allah yang dijadikan tameng atau pengendalinya, serta disokong secara sosiologis oleh masyarakat setempat yang menempatkan wanita pada posisi subordinasi. Peran sosial perempuan melalui pergerakan sosial perempuan adalah salah satu isu krusial dan lumayan sensitif yang banyak melahirkan penolakan yang cukup besar. Lebih mengherankan lagi bila penolakan ini menyandarkan diri atas nama agama. Semua itu seakan mengabsahkan bahwa sejarah dan pengalaman hidup yang riil dalam masyarakat dianggap tidak ada. Perdebatan tentang wanita yang aktif dalam peranan sosial dari masa kemasa memang menarik untuk dikaji, terutama bila peranan wanita ini sampai bisa mengambil alih peranan laki-laki. Belakangan ini pergerakan perempuan besar mengarah pada komunitas pembangunan. Karena pembangunan telah banyak menimbulkan dampak sosial, budaya, politik dan ekologis yang harus ditanggung oleh masyarakat yang dikenai pembangunan tersebut. Ekofeminisme adalah suatu gerakan sosial yang dimunculkan dari gerakan politik maupun kritik dari kaum intelektual bersama dengan feminisme dan environmentalisme. Ekofeminisme dapat dianggap seabagai persatuan gerakan politik dan etika yang terbuka, fleksibel yang tidak memunculkan kerangka teoritis atau epistomologi tunggal yang dimiliki bersama. Usaha gerakan dan kritik ini di tujukan kepada budaya yang sudah mengakar kuat dalam tatanan hidup masyarakat luas yang bahkan sudah tertanam sejak ratusan tahun lalu. Secara teknis ekofeminisme oleh para ilmuan sosial digunakan untuk memahami fenomena terpuruknya kehidupan perempuan akibat perbuatan yang bersifat destruktif terhadap alamVandana Shiva menjelaskan bagaimana perempuan merupakan subjek yang paling dekat dan intim dengan alam, sehingga pada saat konsep pembangunan menundukkan alam muncul juga diskriminasi dan penindasan terhadap perempuan. Dengan menjelaskan praktik sebagai prinsip feminitas, Shiva berusaha menunjukan bahwa alam dan perempuan merupakan produsen atau penghasil kehidupan, dimana perempuan perempuan menyelenggarakan kehidupan melalui peran sosialnya. Tulisan ini bertujuan untuk menawarkan gerakan sosial perempuan ekofeminisme sebagai suatu konsep etika lingkungan dengan memetakan gerakan sosial perempuan ekofeminisme dalam perspektif maqasid al-syari’ah dengan mangaju pada kalibrasi antara tujuan pergerakan dan tujuan dari maqasid al-umurdh dharuriyah, serta bagaimana kontribusi dari tulisan ini dapat merumuskan kaidah-kaidah fiqh yang dapat memecahkan masalah sosial yang sedikit merugikan kaum perempuan karena mereka merasa pergerakan mereka yang tertahan oleh kaidah-kaidah lama.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectekofeminismeen_US
dc.subjectgerakan sosial perempuanen_US
dc.subjectal-umurdh dharuriyahen_US
dc.titleGERAKAN SOSIAL PEREMPUAN EKOFEMINISME DALAM PERSPEKTIF MAQOSID AL-SYARI’AHen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record