Show simple item record

dc.contributor.advisorDr. Muslich KS, M.Ag.
dc.contributor.authorYusron Hidayat, 17913056
dc.date.accessioned2020-01-09T06:14:24Z
dc.date.available2020-01-09T06:14:24Z
dc.date.issued2019-08-18
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/17021
dc.description.abstractManusia merupakan makhluk yang dimuliakan dimata Sang Pencipta, maka sudah semestinya sesama manusia harus saling menghormati satu sama lain. Dalam rangka menghormati hak-hak setiap manusia diangkatlah HAM ke ranah internasional pada tahun 1948. Namun sampai sekarang persoalan pemaknaan HAM masih mendatangkan perdebatan di dalamnya, dikarenakan perbedaan budaya pada tiap-tiap tempat atau negara sehingga memberikan perbedaan pandangan dalam HAM. Sejarah Indonesia sebelum dan sesudah masa penjajahan telah membentuk budaya bangsa yang melahirkan Pancasila sebagai ideologi dalam bernegara. Pancasila lahir dari keinginan bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang merdeka, bermartabat dan terjamin kesejahteraan masyarakatnya. HAM di Indonesia diatur dalam UU No.39 Tahun 1999 Tentang HAM. HAM memiliki sifat universal sebagaimana yang telah ditetapkan PBB dalam DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia). Berangkat dari budaya bangsa sifat universal yang ada pada Undang-Undang bukan universal bebas akan tetapi universal terbatas, yaitu dapat dibatasi oleh Undang-Undang, sehingga dalam HAM terdapat hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan demi terealisasinya HAM. Pembatasan yang ada mengacu pada budaya bangsa Indonesia, sehingga HAM selain bersifat universal juga bersifat kontekstual. Namun HAM masih menjadi perdebatan di Indonesia karena keragaman suku-sukunya. Dalam rangka mengurai perdebatan ada satu metode yang ditawarkan oleh Yusuf Al-Qaraḍawi dalam memaknai HAM, metode itu disebutnya dengan “fikih prioritas”. Fikih prioritas menjadi salah satu cara untuk memandang ham dalam perspektif yang tepat. HAM dipandang dalam fikih prioritas dengan “Maqâṣid As-Syarȋ„ah” sebagai tujuan dari kehidupan melalui banyak pertimbangan antara kebaikan harus dilakukan, keburukan harus dicegah dan ketika bercampur antara kebaikan dan keburukan maka dilaksanakan yang paling baik dengan resikonya.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectHAMen_US
dc.subjectIslamen_US
dc.subjectBudayaen_US
dc.subjectFikih Prioritasen_US
dc.subjectMaqâṣid As-Syarȋ„ahen_US
dc.titleHAK BUDAYA DALAM UU NO.39 TAHUN 1999 TENTANG HAM DALAM TINJAUAN FIKIH PRIORITAS YUSUF AL-QARAḌAWIen_US
dc.typeMaster Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record