dc.description.abstract | Penelitian ini melatar belakangi suatu permasalahan terkait penyelesaian sengketa
kredit diluar pengadilan, Mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan
dapat dilakukan dengan memanfaatkan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK), sebagaimana diatur dalam Pasal 49 hingga Pasal 58 UUPK, pembentukan
BPSK adalah untuk melindungi konsumen dan pengusaha, keberadaan BPSK
diharapkan menjadi alternatif penyelesaian sengketa yang nilainya kecil.
Masalahnya putusan BPSK yang bersifat final dan mengikat tidak meiliki kekuatan
eksekutorial, dan masih bisa di mintakan upaya hukum kasasi. Dan beberapa
putusan BPSK kerap dianulir oleh Mahkamah Agung karena melampaui
kewenangan dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan
pendekatan Perundang-undangan (statute approach), dan konseptual (conceptual
approach). Berdasarkan hasil analisis penelitian ini menunjukan bahwa pertama,
putusan-putusan BPSK yang terkait dengan sengketa kredit kerap dianulir oleh
Mahkamah Agung. Kedua, BPSK merupakan Lembaga penunjang dalam bidang
quasi peradilan. Sehingga kekuatan putusan BPSK bersifat final dan mengikat.
Dalam artian kata final disini adalah final dalam tingkat BPSK saja sedangkan pada
tingkat pengadilan masih bisa dilakukan upaya hukum keberatan ke Pengadilan
Negeri dan kasasi ke Mahkamah Agung. Ketiga, masih terdapat beberapa
kelemahan pada sistem peradilan di BPSK diantaranya BPSK sebagai mediator
bersifat pasif karena sebagai implementasi penyelesaian sengketa diluar
pengadilan, anggota BPSK diisi oleh kalangan ASN yang belum tentu ahli di bidang
hukum perlindungan konsumen. Berbedea dengan hukum islam melalui jawa>tan alh}isbah, yang memiliki power melebihi BPSK, karena sebagai kepanjangan dari
pemerintah dan memiliki kekhususan dalam menangani perkara perlindungan
konsumen, sekaligus yang pertindak sebagai penuntut umum yang membela hakhak konsumen. | en_US |