Show simple item record

dc.contributor.advisorProf. Dr. H. Amir Mu‟allim, MIS.
dc.contributor.authorKuswati, 13421069
dc.date.accessioned2018-12-05T06:07:18Z
dc.date.available2018-12-05T06:07:18Z
dc.date.issued2018-10-01
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/11915
dc.description.abstractPedofilia dalam psikologi dikategorikan sebagai parafilia atau penyimpangan seksual. Pedofilia termasuk kategori parafilia utama dalam DSM-IV berupa dorongan seksual yang kuat dan berulang yang melibatkan aktivitas seksual dengan anak-anak yang belum puber dengan usia 13 tahun atau lebih muda. Pedofilia merupakan salah satu kejahatan yang luar biasa di tengah-tengah masyarakat, karena menyebabkan kerusakan moral dan dampak negatif yang terus berkelanjutan. Oleh karena itu, sudah seharusnya sebagai warga Negara yang peduli dengan kondisi bangsa ini tidak hanya berhenti pada menghujat pelaku pedofil, namun juga melakukan tindakan nyata dengan meningkatkan rasa peduli dan siap tanggap dalam kehidupan bermasyarakat. Selanjutnya, pemerintah sebagai pihak yang berwenang membuat kebijakan harus bersikap adil, tegas dan bersungguh-sungguh dalam menangani masalah pedofilia ini, sehingga mampu memberikan solusi yang tepat, bagi pelaku dan korban pedofilia. Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pandangan hukum Islam mengenai pedofilia dan hukum kebiri kimia, serta evaluasi penerapan hukum kebiri kimia di Indonesia, sebagai hukuman tambahan dalam menekan kejahatan kekerasan seksual terhadap anak. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan kajian pustaka (library research), yaitu penelitian yang objeknya bersifat alamiah, dimana peneliti sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data secara induktif, dan hasil penelitiannya lebih menekankan makna. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pedofilia dalam perspektif hukum Islam termasuk perbuatan jarimah (tindak pidana) yang hukumnya haram dan diancam dengan hukuman had atau ta‟zir. Hukuman had berlaku apabila perbuatannya sampai kepada zina atau liwath (homoseksual). Hukuman had bagi pelaku zina berupa hukuman rajam apabila pelaku sudah menikah (muhshan), dan hukuman dera seratus kali apabila pelaku belum menikah (ghair muhshan). Sedangkan bagi pelaku liwath (homoseksual) diancam dengan hukuman mati. Namun, apabila perbuatannya tidak termasuk zina atau liwath, hanya sebatas pelecehan seksual, maka pelaku dikenai hukuman ta‟zir, yaitu hukuman yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh penguasa (ulil amri) atau hakim (qadhi), dan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam. Adapun hukuman kebiri, baik fisik atau kimiawi dalam pandangan hukum Islam adalah jenis hukuman yang tidak diperbolehkan atau haram hukumnya untuk dilakukan, karena bertentangan dengan dalil-dalil shahih yang telah disepakati para ulama. Kemudian bukti empiris menunjukkan bahwa penerapan kebiri kimiawi di Indonesia sebagai hukuman tambahan bagi pelaku pedofilia tidak efektif dan belum mampu menjadi solusi untuk menekan kejahatan kekerasan seksual terhadap anak.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectPedofiliaen_US
dc.subjectKebiri Kimiaen_US
dc.subjectKejahatan kekerasan sesksual terhadap anaken_US
dc.titleHUKUM KEBIRI BAGI PELAKU PEDOFILIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN EVALUASI PENERAPANNYA DI INDONESIAen_US
dc.typeUndergraduate Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record