Pondok Pesantren Sunan Pandanaran Arsitektur sebagai Tanggapan terhadap Perubahan Paradigma dalam Kehidupan Pesantren
Abstract
Pemikiran awal dari penulisan ini adalah keinginan mengungkap kehidupan dalam dunia pesantren yang banyak ditulis oleh para pakar sebagai suatu lingkungan tersendiri dan khas. Gus Dur bahkan menyebut pesantren sebagai suatu subkultur. Ada nilai-nilai yang menyertai berdirinya pesantren di Nusantara ini, misalnya hubungan antara kyai dan santri yang begitu sakral dengan ketundukan santri kepada kyai dan kekuasaan mutlak kyai atas santrinya.
Paradigma tersebut secara perlahan mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan pemikiran yang semakin realistis, sehingga nilai-nilai yang dulunya begitu dijunjung tinggi, secara perlahan-lahan mengalami pengurangan bahkan cenderung mulai diabaikan. Hal ini merupakan suatu paradigma baru, dalam artian baru yang secara terus-menerus berubah.
Penulis mencoba mengkaitkan pemikiran awal ini dengan arsitektur, dengan memposisikan arsitektur sebagai tanggapan terhadap perubahan yang terjadi dalam kehidupan pesantren dengan pendekatan yang dilakukan mengenai masalah interaksi sosial yang terjadi di pesantren. Sampai sejauh mana arsitektur berperan dalam menanggapi perubahan-perubahan nilai yang terjadi dalam kehidupan pesantren ataupun mengatur hubungan-hubungan yang terjadi dalam kehidupan pesantren sebagai suatu konsep baru bangunan pesantren, yang memang dalam kehidupannya mengalami perubahan. Tanggapan ini dapat berupa penataan ruang maupun mengatur relasi yang ada dalam pesantren baik antara santri, kyai maupun masyarakat sekitar pesantren yang kemudian dapat diekspresikan pula dalam penampilan bangunan. Untuk mendapatkan perbandingan tentang
interaksi sosial penulis melakukan studi literatur dengan mengambil contoh-contoh kasus maupun konsep tentang interaksi sosial. Hal ini dilakukan supaya ada yang mendasari dalam penyelesaian masalah khususnya interaksi sosial yang menjadi pokok penulisan. Penulis mencoba mengungkapkan konsep bangunan secara bebas sebagai suatu usaha untuk menemukan konsep bangunan pesantren yang mungkin sesuai dalam paradigma baru ini. Salah satu konsep yang penulis ajukan adalah "desakralisasi" pesantren, dengan meningkatkan interaksi antara santri dan kyai. Hubungan yang dulu begitu dianggap sakral, dicoba dilucuti dengan pengaturan ruang dan diekspresikan dalam bangunan. Kemungkinan dapat pula dikatakan apa yang penulis lakukan adalah experimental design, baik dalam penataan ruang maupun penampilan bangunan, sehingga salah maupun benar adalah konsekuensi logis dari desain ini.
Collections
- Architecture [3648]