Master of Lawhttp://hdl.handle.net/123456789/382024-03-29T16:01:19Z2024-03-29T16:01:19ZImplementasi Perda Kabupaten Bantul Nomor 6 Tahun 2017 dan Kebijakan Pemerintah Kabupaten Bantul dalam Program Pengentasan Kemiskinan Tahun 2021-2022Pranoto, Baby Istahttp://hdl.handle.net/123456789/486082024-03-26T04:42:51Z2023-01-01T00:00:00ZImplementasi Perda Kabupaten Bantul Nomor 6 Tahun 2017 dan Kebijakan Pemerintah Kabupaten Bantul dalam Program Pengentasan Kemiskinan Tahun 2021-2022
Pranoto, Baby Ista
Pasca pembentukan Perda Bantul Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penanggulangan
Kemiskinan menunjukkan kenaikan secara drastis angka kemiskinan yang tergambar
dari jumlah penduduk miskin di Bantul pada tahun 2021. Sementara Pasal 34 ayat (1)
UUD 1945 dan UU Fakir Miskin telah mengamanatkan bahwa fakir miskin
dipelihara oleh negara dalam hal ini pemerintah. Oleh karenanya, Pemerintah Pusat
bersama dengan Pemerintah Daerah merumuskan dan melaksanakan kebijakan yang
dapat menekan laju pertambahan penduduk miskin di Bantul. Tujuan penelitian ini
pertama, untuk menganalisis implementasi Perda Kabupaten Bantul Nomor 6 Tahun
2017 dan kebijakan Pemerintah Kabupaten Bantul dalam pelaksanaan program
pengentasan kemiskinan tahun 2021-2022. Kedua, untuk menganalisis faktor-faktor
yang menjadi kendala bagi Pemerintah Kabupaten Bantul dalam menurunkan angka
kemiskinan yang masih tinggi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang. Hasil
penelitian ini menyimpulkan bahwa: pertama, kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah
pasca Perda Nomor 6 Tahun 2017 adalah pelaksanaan 14 program unggulan (5
program pusat dan 9 program daerah) dalam rangka penanggulangan kemiskinan.
Kedua, faktor pendukung menurunkan angka kemiskinan adalah adanya koordinasi
yang baik antara pemerintah pusat dan daerah terkait penambahan anggaran untuk
melaksanakan program, termasuk mendirikan lembaga keuangan sebagai badan untuk
membantu meningkatkan perekonomian masyarakat di Bantul. Namun terdapat faktor
penghambat seperti adanya pembatasan kegiatan pada masa pandemi Covid-19
sehingga program penanggulangan kemiskinan tidak berjalan dan anggaran dialihkan
pada program lain, selain itu pengeluaran masyarakat terhadap konsumsi non
kebutuhan primer tinggi sehingga kebutuhan papan, sandang, pangan tidak tercukupi
dengan baik.
2023-01-01T00:00:00ZKonstitusionalitas Komisi Pemberantasan Korupsi Sebagai Organ Konstitusi dalam Undang-undang Dasar 1945Rohman, Kholiq Hadihttp://hdl.handle.net/123456789/485762024-03-25T06:59:51Z2023-01-01T00:00:00ZKonstitusionalitas Komisi Pemberantasan Korupsi Sebagai Organ Konstitusi dalam Undang-undang Dasar 1945
Rohman, Kholiq Hadi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga negara yang memiliki tugas
khusus berdasarkan UUD 1945 dalam melakukan pemberantasan korupsi di
Indonesia. Namun dalam praktiknya lembaga seperti KPK seringkali mengalami
pelemahan baik dari dalam maupun luar institusional. Atas dasar inilah praktik
pemberantasan korupsi di Indonesia tidak berjalan secara maksimal, sehingga di
perlukan ide terobosan pembaharuan dalam mengatur kedudukan KPK dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia. Dalam penelitian ini terdapat dua rumuan
masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini, pertama, mengapa Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi meletakkan kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi bagaian
daripada kekuasaan Eksekutif? Kedua, apa urgensi konstitusionalitas Komisi
Pemberantasan Korupsi sebagai organ konstitusi dalam UUD 1945? Jenis
penelitian yang digunakan adalah menggunakan penelitian hukum normatif dengan
menggunkan pendekatan Undang-Undang, pendekatan komparatif, dan pendekatan
konseptual. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini berupa bahan
hukum primer, yakni semua aturan hukum yang berkaitan dengan konstitusionalitas
Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai organ konstitusi dalam UUD 1945 dan
bahan hukum sekunder berupa jurnal, buku, dan karya ilmiah terkait. Bahan-bahan
hukum tersebut diperoleh dengan metode studi pustaka dan analisa secara
deskriptif-kualitatif. Adapun hasil daripada penelitian ini menunjukan, pertama,
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 hasil perubahan yang meletakkan
kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai kekuasaan eksekutif adalah
upaya untuk menormalisasi tata konstitusional sesuai dengan doktrin trias politica
selama ini di terapkan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang membagi
cabang kekuasaan menjadi tiga cabang yaitu kekuasaan eksekutif, kekuasaan
legislatif, dan kekuasaan yudikatif. Meskipun undang-undang KPK hasil revisi
kedua masih memiliki perdebatan secara akademik maupun perdebatan secara
yuridis. Alasan Pemerintah dan lembaga pembuat undang-undang meletakkan
Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai cabang kekuasaan eksekutif adalah untuk
mencegah adanya potensial yang melahirkan kewenangan absolute dalam suatu
lembaga negara. Kedua, urgensitas meletakkan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) sebagai organ Konstitusi dalam UUD 1945 akan memberikan jaminan
bahwa: Pertama, terciptanya keadilan atas hukum pemberantasan korupsi,
kepastian atas hukum kedudukan KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, dan kemanfaatan atas hukum Komisi
Pemberantasan Korupsi sebagai the guardian of constitutions from dangers of
corruption. Kedua, kedudukan KPK tidak mudah untuk di intervensi, tidak mudah
untuk di lemahkan dan/atau bahkan di bubarkan oleh penguasa yang tidak memiliki
semangat anti korupsi. Ketiga, untuk menjimin kerja-kerja KPK dengan lancar
tanapa adanya krikil-krikil penghambat semangat anti korupsi. Keempat,
dibutuhkan political will atau komitmen dukungan bersama antara pemerintah dan
pembuat peraturan perundang-undangan untuk menjadikan KPK sebagai lembaga
anti korupsi berdasarkan UUD 1945.
2023-01-01T00:00:00ZPenetapan Ancaman Sanksi Pidana Delik Menghalang-halangi Proses Peradilan Dalam Perundang-undangan Di Indonesia (Perspektif Teori Proporsionalitas Pidana)Al-hamid, Mohamad Saidhttp://hdl.handle.net/123456789/485242024-03-21T05:23:16Z2023-01-01T00:00:00ZPenetapan Ancaman Sanksi Pidana Delik Menghalang-halangi Proses Peradilan Dalam Perundang-undangan Di Indonesia (Perspektif Teori Proporsionalitas Pidana)
Al-hamid, Mohamad Said
Penelitian ini difokuskan pada ide proporsionalitas pidana dan agenda
pembaruannya dalam kebijakan formulasi sanksi pidana delik menghalang-halangi
proses peradilan dalam perundang-undangan khusus di Indonesia. Sebagai
penelitian hukum normatif, penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-
undangan, konseptual, dan perbandingan hukum. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa kebijakan formulasi sanksi pidana delik menghalang-halangi proses
peradilan dalam undang-undang khusus di Indonesia belum mencerminkan ide
proporsionalitas pidana. Sanksi pidana dalam UU Tipikor dan UU Perusakan Hutan
lebih berat daripada UU Perdagangan Orang, UU TPKS, dan UU Terorisme,
kendati substansi deliknya adalah sama-sama dikategorikan sebagai kejahatan
lintas negara. Terlihat juga ancaman pidana dalam UU TPPU juga lebih berat
daripada UU Tipikor, UU Perusakan Hutan, UU Perdagangan Orang, UU TPKS,
dan UU Terorisme. Ancaman pidana dalam UU Narkotika lebih berat daripada core
crimes seperti UU TPPO dan UU TPKS padahal UU Narkotika termasuk kategori
hukum pidana administrasi. Selain itu, sanksi pidana juga dirumuskan dengan
sanksi pidana kumulatif, kumulatif-alternatif serta ada pula yang dirumuskan
dengan pidana minimum khusus. Penetapan sanksi pidana yang bervariasi tersebut
tidak dapat dilacak argumentasinya dalam risalah sidang selaku tafsiran secara
historis dan bagian penjelasan intra undang-undang. Terhadap pengancaman pidana
denda delik menghalang-halangi proses peradilan untuk orang perorangan
bervariasi mulai dari paling banyak 200 juta, 500 juta, 600 juta, 5 miliar, hingga 15
miliar. Sistem pengancaman denda bagi korporasi memuat tiga pola pengancaman,
yaitu penetapan berat denda, penetapan berat denda minimum khusus dan
maksimum khusus, penetapan sistem denda dengan pemberatan dari ancaman
pidana pokok, dan penambahan 1/3 denda dari ancaman pidana pokok yang
dilanggar. Beragamnya masalah dalam penetapan ancaman pidana denda bagi
orang perorangan maupun korporasi cenderung menimbulkan disparitas pidana dan
melanggar prinsip proporsionalitas pidana. Agenda pembaruan untuk menghindari
kerancuan atas ketidakseragaman penetapan sanksi pidana, maka pembentuk
undang-undang harus mengacu pada ide proporsionalitas pidana. Ide ini
mensyaratkan tiga hal yaitu paritas, pemeringkatan delik, dan penentuan jarak
pidana seturut melakukan perbaikan di level legislasi melalui pengaturan ulang
pembentukan atas argumentasi pembentuk undang-undang.
2023-01-01T00:00:00ZPenegakan Hukum Terhadap Perkara Tindak Pidana Pertambangan Timah Dilaut Tanpa Izin Diwilayah Bangka SelatanNingsih, Safitri Indrihttp://hdl.handle.net/123456789/484102024-03-18T04:15:00Z2023-01-01T00:00:00ZPenegakan Hukum Terhadap Perkara Tindak Pidana Pertambangan Timah Dilaut Tanpa Izin Diwilayah Bangka Selatan
Ningsih, Safitri Indri
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Peneggakan Hukum Pidana Tehadap perkara
Tindak Pidana Pertambangan Timah di Laut Tanpa izin di Wilayah Bangka Selatan.
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini yaitu hambatan penegak hukum dalam
penegakan hokum terhadap perkara Tindak pidana pertambangan timah dan Mengapa
Penuntut Umum mendakwa dengan pasal 158 UU No 3 Tahun 2020 Minerba dan tidak
mendakwa dengan pasal 98 dan 99 undang undang lingkungan hidup pada perkara Tindak
Pidana pertambangan timah tanpa izin dilaut di Bangka Selatan. Penelitian ini menggunakan
penelitian hukum empiris dan sumber data primer sekunder yang menggambarkan data yang
diperoleh peneliti langsung dari subjek penelitian yang dapat berupa hasil wawancara.
Metode yang digunakan penulis adalah penelitian kepustakaan yang mengkaji bahan-bahan
primer dan sekunder. Analisis data yang digunakan penulis adalah analisis data kualitatif,
yaitu mengklarifikasi data untuk menarik kesimpulan atas pertanyaan penelitian yang
diajukan. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa terdapat beberapa faktor yang menjadi
hambatan dalam penegakan hukum Tehadap perkara Tindak Pidana Pertambangan Timah di
Laut Tanpa izin di Wilayah bangka selatan dan masih banyak ditemukan kegiatan
pertambangan Timah llegal. Dalam Upaya mencegah tindak pidana penambangan timah legal
atau upaya pencegahan yaitu meningkatkan penyuluhan intensif kepada masyarakat dan
memperkuat pengawasan terhadap perusahaan pertambangan.
2023-01-01T00:00:00Z