Masuknya kembali Ketetapan MPR pasca lahirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah menempatkan Ketetapan MPR dalam hierarki di bawah Undang-Undang Dasar dan di atas Undang-Undang, pada posisi tersebut telah membawah implikasi terhadap pengujian Ketetapan MPR, karena tidak diaturnya mengenai pengujian Ketetapan MPR dalam undang-undang tersebut, Ketetapan MPR telah diajukan permohonan judcial review ke Mahkamah Konstitusi. Melalui amar putusannya Mahkamah Konstitusi mengadili dan tidak menerima permohonan para pemohon, sehingga putusan Mahkamah tersebut telah membawah Implikasi terhadap pengujian Ketetapan MPR yang masih berlaku.Pokok permasalahan yang dirumuskan dalam sebagai titik fokus pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut; pertama, apa yang melatarbelakangi munculnya kembali Ketetapan MPR pasca lahirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, kedua, apa yang melatarbelakangi pemohon mengajukan judicial review Ketetapan MPR ke Mahkamah Konstitusi, ketiga, bagaimana dasar putusan Mahkamah Konstitusi mengadili dan tidak menerima permohonan para pemohon, keempat, bagaimana implikasi dari putusan Mahkamah Konstitusi terhadap status pengujian Ketetapan MPR yang masih berlaku. Jenis penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, menitik beratkan penulisan terhadap bahan-bahan pustaka (dekumen), metode pendekatan yuridis normatif digunakan dengan maksud untuk membahas peraturan perundang-undangan dan Pendekatan Perundang-undangan (Statute approach), dan Pendekatan Kasus (case approach), UU yang digunakan adalah UU NO. 12 Tahun 2011 dan Kasus yang digunakan adalah putusan MK No. 86/PUU-XI/2013 dan putusan No. 75/PUU-XII/2014 sekaligu menjadi objek penelitian, dan bahan tersebut mengunakan teori hierarki norma hukum sehingga menghasilkan kesimpulan dari hasil penelitian tesis ini. Kesimpulan penelitian ini adalah: masuknya Ketetapan MPR guna menciptakan kepastian hukum karena masih terdapat Ketetapan MPR yang masih berlaku. Alasan pemohon mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi tidak diterima karena Ketatapan MPR bukan Kewenangan Mahkamah Konstitusi, adapun dasar Putusan Mahkamah Konstitusi mengadili dan tidak menerima permohonan pemohon adalah UUD Pasal 24C. Implikasi yang ditimbulkan pasca putusan Mahkamah Konstitusi adalah terjadinya kekosongan hukum (tetraa incognita) dan menimbulkan ketidak pastian terhadap pengujian Ketetapan MPR yang masih berlaku tersebut.