Indonesia sebagai Negara berkembang memiliki tingkat kejahatan yang cukup tinggi dan beragam. Pelaku tindak kejahatan di Indonesia akhir-akhir ini tidak hanya merambah orang dewasa, tetapi telah merambah pada kalangan anak­anak sebagai pelaku tindak pidana, sehingga di dalam pelaksanaannya dibutuhkan sebuah bentuk pembinaan yang tepat agar anak dapat menyadari kesalahan dan dapat kembali pada lingkungan masyarakatnya. Selain itu hak anak untuk dapat melanjutkan pendidikan setelah selesasi menjalani masa pidana juga penting untuk diperhatikan meninggat pendidikan adalah modal utama bagi perkembangan anak di masa yang akan datang. Salah satu cara untuk mempersiapkan anak yang berhadapan dengan hukum agar lebih siap untuk berinteraksi dengan masyarakat adalah dengan pemenuhan hak asimilasi. Pelaksanaan Asimilasi dapat berupa kegiatan pendidikan ataupun keterampilan. Asimilasi merupakan bentuk pembinaan dengan cara membaurkan anak didik ke dalam lingkungan masyarakat, sehingga anak akan lebih siap untuk bersosialisasi di tengah masyarakat ketika selesai menjalani masa pidanya. Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti bagaimana pemenuhan hak asimilasi yang dilakukan di LPKA Kutoarjo serta bagaimana pelaksanaan asimilasi yang sesuai bagi anak di masa depan dan upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan asimilasi. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris dengan pendekatan yuridis-sosiologis. Objek penelitian berada di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kutoarjo menginggat hanya ada satu Lembaga Pembinaan Khusus Anak di wilayah Jawa Tengah dan DIY. Metode pengolahan dan penyajian menggunakan data primer melalui wawancara kepada Staf Di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kutoarjo. metode analisis penelitian Deskriptif Kualitatif yaitu penulisan yang dilakukan serangkaian penelitian dengan penggunaan pendekatan kualitatif berupa pengamatan, pengumpulan, analisa dan perumusan data yang berasal dari sumber data baik seperti UU ataupun lisan seperti wawancara. Hasil Penelitian ini menyatakan bahwa pemenuhan hak asimilasi pada anak di LPKA Kutoarjo sudah berjalan namun belum sepenuhnya sesuai dengan prinsip perlindungan anak. Pelaksanaan asimilasi dalam bentuk kegiatan pendidikan belum terlaksana dikarenakan pihak penyelenggara pendidikan yang masih menjaga jarak dengan anak didik. Pelaksanaan asimilasi untuk anak hendaknya dilakukan dengan mengutamakan asimilasi dalam bentuk pendidikan di luar lembaga pembinaan. Dengan demikian diperlukan sebuah konsep untuk membangun sekolah induk yang dapat membantu anak dalam melaksanakan asimilasi khususnya dalam bidang pendidikan dan dapat membantu anak untuk memberikan sebuah alternatif penenpatan anak di sekolah lain ketika selesai menjalani masa pidananya. Upaya yang dilakukan Lembaga Pembinaan Khusus Anak untuk mengatasi hambatan dalam rangka pemenuhan asimilasi ini dengan cara mencari pihak ketiga baik dari LSM ataupun yayasan yang selama ini bekerjasama dengan Lembaga Pembinaan Khusus Anak sebagai jaminan agar anak tersebut dapat berasimilsi.