AKSES INDIVIDUAL KE MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SISTEM PENGUJIAN KONSTITUSIONAL DI JERMAN DAN INDONESIA (Suatu Kajian dalam Perspektif Perbandingan)
Abstract
Tesis ini mengkaji perbandingan pengaturan akses individual ke Mahkamah
Konstitusi dalam sistem pengujian konstitusional di Negara Jerman dan Indonesia.
Penelitian ini penting untuk dilakukan karena diantara kedua Negara tersebut
didapati perbedaan dalam negara memberikan akses kepada individu untuk dapat
mengajukan tuntutan ke Mahkamah Konstitusi di dalam hukum positifnya.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum, dengan
menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan sejarah dan
pendekatan perbandingan hukum. Adapun metode analisis yang digunakan adalah
analisis deskriptif-kualitatif
Hasil penelitian menyimpulkan: pertama, Pengaturan akses Individual ke
Mahkamah Konstitusi dalam sistem pengujian konstitusional di Negara Jerman
sangat komprehensif dapat ditemukan di dalam Konstitusi maupun UU tentang
MK Federal Jerman. Akses individual ke Mahkamah Konstitusi di Negara Jerman
dapat dilakukan melalui mekanisme yang dapat disebut sebagai mekanisme
pengaduan konstitusional dan pengujian konstitusional secara konkrit. Sedangkan
Pengaturan akses Individual ke Mahkamah Konstitusi dalam sistem pengujian
konstitusional di Negara Indonesia kurang komprehensif diatur didalam
konstitusi. Akses individual ke Mahkamah Konstitusi di Negara Indonesia dapat
dilakukan hanya melalui pintu pengujian UU terhadap UUD baik secara formil
dan materil; kedua, terdapat perbedaan dan persamaan pada pengaturan antara
Negara Jerman dan Indonesia dalam hal memberi akses individu guna
mempertahankan hak-hak dasar-nya dalam sistem pengujian konstitusional.
Perbedaan yang paling penting yang ditemukan adalah Negara Jerman more open
atau sangat terbuka mengatur bagi akses individual guna mempertahankan hakhak
dasar-nya dalam sistem pengujian konstitusional, sedangkan Negara
Indonesia less open atau kurang terbuka pada tataran yang sama. Sedangkan
persamaan yang ditemukan adalah pada dasarnya secara filosofis antara kedua
sistem menempatkan akses individual itu guna mempertahankan hak-hak dasarnya
secara maksimal, maka oleh karena itu dalil adanya pelanggaran hak-hak dasar
merupakan syarat utama dapat diajukannya permohonan; ketiga, adanya
pembatasan akses individual ke Mahkamah Konstitusi Indonesia disebabkan
karena “political insurance” dalam pengadopsian mekanisme pengujian
konstitusionalnya; dan keempat, terkait mencari tatanan yang ideal bagi akses
individual ke Mahkamah Konstitusi Indonesia dapat dilakukan dengan mengambil
pembelajaran dari praktik yang ada di Negara Jerman. Tatanan yang ideal itu
adalah tatanan yang membuka seluas-luasnya bagi individu untuk dapat akses ke
Mahkamah Konstitusi baik secara langsung maupun diwakilkan melalui tangan
dan pemikiran hakim-hakim pada peradilan biasa sehingga akses individual dapat
diwujudkan secara maksimal.
Penulis kemudian menyarankan bagi pemangku kewajiban yang berwenang
dalam hal amandemen UUD 1945 untuk segera melakukan amandemen lanjutan.
Hal ini disebabkan karena, pengaturan tentang sistem pengujian konstitusional
yang terdapat dalam UUD 1945 kurang komprehensif mengaturnya. Hal
sedemikian ini terlihat pada tataran pengaturan akses individual yang sangat
sempit dalam rangka mempertahankan hak-hak dasar. Oleh karena itu mekanisme
pengaduan konstitusional dan pengujian konstitusional secara konkrit penulis
usulkan dalam agenda perubahan UUD 1945 mendatang.
Collections
- Master of Law [1460]